Kegiatan internship merupakan salah satu wadah dalam mempraktekkan teori-teori yang telah didapatkan di universitas. Setelah mengikuti magang disadari bahwa teori yang didapatkan di kampus ternyata hanya dasar-dasar dari praktek kerja yang sebenarnya terjadi di lapangan. Namun, teori yang diajarkan sangat memudahkan dalam memahami cara kerja dasar, istilah-istilah di dalam dunia UI/UX, dan memudahkan dalam menganalisis suatu situasi dan masalah dalam perancangan
UI/UX.
Berdasarkan teori yang diajarkan di universitas, proses perancangan UI/UX dimulai dengan tahapan user research, emphaty map, user flow, low-fidelity wireframe, high-fidelity wireframe, prototyping, dan tahapan terakhir adalah usability testing. Proses perancangan ini sedikit berbeda dengan proses
perancangan UI/UX yang digunakan di Aryanna. Metode yang digunakan di Aryanna menggunakan metode yang lebih cepat / ringkas.
Metode ini dinamakan metode lean UX. Metode lean UX merupakan metode perancangan yang lebih modern dan menitikberatkan pada pembuatan konsep yang sederhana. Metode ini berfokus untuk mencari cara paling cepat untuk mencapai tujuan akhir dan segera mendapatkan feedback dari user agar bisa lebih cepat mengetahui apabila ada kesalahan sistem dan segera memperbaikinya. Proses Lean UX sendiri terdiri dari 3 tahap yaitu
think, make dan check. Dimulai dari tahapan pertama yakni tahapan think, pada tahapan ini di teorinya terjadi proses pencarian user research, emphaty map, dan user flow. Namun pada prakteknya tahapan think terdiri dari proses brand overview, brand archetype dan sprint. User research di Aryanna dinamakan brand overview.
User research dan brand overview sama – sama bertujuan untuk memahami target user yang dituju, berusaha memahami permasalah yang sedang user alami dan berusaha mencari solusi bagi user. Pada teorinya user research dilakukan dengan wawancara kepada salah seorang atau kelompok target user yang ingin dituju. Hasil dari wawancara ini nantinya di observasi dan di analisis. Perbedaannya dengan brand overview, tidak dilakukan wawancara terlebih user dahulu melainkan dilakukan observasi dan analisis terhadap seorang atau kelompok target user yang
ingin dituju. Selain itu juga dilakukan observasi dan analisis terhadap riset-riset mengenai target user yang ada. Observasi dan analisis ini mencakup unique selling point (USP), market segmentation, buyer persona yang menganalisis karakter tiap
persona mengenai buyers archetype, psycographic, values, activities, interest, opinion, beliefs, demographic, media, geographic, purchase intent, dan purchase criteria.
Berbeda dengan user research, di dalam brand overview terdapat tahapan brand archetype. Tahapan ini mengelompokkan user kedalam beberapa kelompok karakter atau bisa disebut dengan buyers archetype. Penggolongan user kedalam kelompok-kelompok karakter ini bertujuan untuk memudahkan proses mendesain, menentukan konten, user flow, gambar yang tepat untuk digunakan kepada target user.
Perbedaan kedua yang ada dalam tahapan think adalah emphaty map. Proses emphaty map ini pada praktek kerjanya di Aryanna masuk ke dalam tahap brand overview yakni di bagian buyers persona opinion dan beliefs. Opinion dan beliefs membahas
mengenai opini dan apa yang dipercayai oleh user mengenai suatu hal dan mengapa user berpikir demikian.
Perbedaan ketiga di dalam tahapan think adalah proses pembuatan user flow. Pada praktek di Aryanna, pembuatan user flow dilakukan dengan metode sprint. Terdapat 5 tahap di dalam metode sprint: understand, diverge, decide, prototype, dan
validate yang biasanya dilakukan dalam 5 hari.
Kesimpulan
Dalam kegiatan internship yang dilakukan di Aryanna selama 6 bulan, penulis banyak mendapatkan pembelajaran baru secara langsung baik soft skills maupun hard skills. Pembelajaran ini
bisa menjadi bekal bagi mahasiswa untuk kehidupan setelah lulus kuliah dan juga dalam melakukan studi perbandingan teori dan praktek proses perancangan UI/UX. Berdasarkan pengalaman magang yang dilakukan penulis dapat disimpulkan bahwa,
ditemukan bahwa adanya perbedaan proses perancangan teori yang didapat di kampus dan praktek yang ada di Aryanna.
Salah satunya ada perbedaan metode yang digunakan. Metode lean UX yang digunakan di Aryanna dalam proses perancangan lebih cepat dan menghemat biaya, metode seperti ini sangat cocok
digunakan untuk perusahaan startup dengan tim kecil. Namun, dampak negative penggunaan metode lean UX adalah bisa terjadi ketidaktelitian karena prosesnya yang cukup cepat. Sedangkan metode yang diajarkan pada teori di kampus dirasa lebih
cocok untuk perusahaan yang sudah besar dan memiliki tim yang besar. Hal ini dikarenakan prosesnya yang cukup mendetail dan membutuhkan biaya yang lebih besar. Selain itu membutuhkan
waktu yang lebih panjang. Kedua metode baik teori yang telah diajarkan oleh kampus dan juga metode yang didapatkan di Aryanna sangat baik dan bisa dikatakan berhasil untuk merancang UI/UX, hanya harus dipertimbangkan dengan keadaan perusahaan
dalam pemilihannya.
Namun, adanya perbedaan proses perancangan tidak membuat penulis merasa kesulitan dalam menjalani proses magang dikarenakan teori yang sudah didapat dari kampus merupakan dasar pengetahuan yang ternyata digunakan di tempat magang. Meskipun, terdapat beberapa tahap yang berbeda dan tidak diajarkan di kampus, penulis tidak merasa hal ini sebagai hambatan karena dengan adanya teori dari kampus kemampuan menganalisis sudah cukup terlatih.
Perbedaan teori dan praktek proses perancangan UI/UX yang sudah dialami sendiri membuat penulis menjadi lebih memiliki wawasan yang lebih luas mengenai berbagai macam metode yang bisa digunakan dalam proses perancangan UI/UX.
2.
STUDI PERBANDINGAN TEORI DAN PRAKTEK PERANCANGAN UI/UX SAAT INTERNSHIP DI ATDAWN
Oleh : Michael Bryant Alexandre Wang
Review
• Perbandingan Teori User Experience dengan Praktik saat Internship
Perbandingan kedua adalah perbandingan teori user experience. Pada dasarnya user experience yang diterapkan adalah layout yang dimana pengguna dapat dengan mudah mengoperasikan website yang dirancang. Dalam prakteknya, pada perusahaan ATDAWN sudah merancang UX dengan baik dan efisien sehingga dapat digunakan oleh user dengan
mudah. Akan tetapi ada beberapa userflow yang berbeda dikarena prinsip dari perusahaan ATDAWN sendiri yang mengunggulkan website yang memiliki fungsi yang interaktif sehingga pengguna ikut merasakan masuk ke dalam website tersebut. Tidak ada penyimpangan pada teori dan praktek ini, hanya saja terjadi beberapa langkah kreatif yang disisipkan dalam pembuatan website demi kenyamanan pengguna.
• Perbandingan Teori Design Thinking pada Perancangan UI/UX dengan Praktik saat Internship
Perbandingan ketiga adalah perbandingan teori metode desain thinking dalam UI/UX. Dalam metode desain thinking ada beberapa tahapan yang dilewati dalam proses perancangan sebuah desain. Metode ini berlaku untuk semua jenis karya desain atau karya visual yang
berguna untuk menyampaikan pesan kepada pengguna. Perbandingan tahapan pertama yaitu emphatize. Pada saat magang , ada tahap dimana perancang melakukanriset dan memahami pengguna dengan cara mengenali 5W+1H dari tujuan pengguna membuat website.
Perbedaan yang dialami pada tahap Emphatize ketika magang dengan teorinya adalah bahwa ketika magang jarang terjadi interaksi wawancara atau observasi secara langsung dengan klien. Sehingga dalam pengalamannya, perancang tidak dapat 100% memahami ekspresi dan emosi pengguna dalam pembuatan website.
Tahapan yang kedua adalah tahapan define yang dimana perancang melakukan analisis terhadap informasi yang didapat dari wawancara terhadap pengguna dan melakukan pencarian inspirasi untuk mendapatkan sebuah visual yang cocok dengan topik
desain yang diinginkan pengguna. Pada saat magang tahapan define telah dilakukan pada beberapa proyek dengan sistematis dan efisien. Pembuatan pre-designdan referensi desain pada Pinterest dan Behancemenjadi hal yang penting dalam tahapan define.
Pada tahapan selanjutnya adalah tahapan ideate yang dimana pada dasarnya perancang telah mendapatkan sebuah ide dari beberapa referensi desain yang telah dikumpulkan. Pada studinya saat praktek, tahapan ideate dilakukan berupa pembuatan desain secara kasar
atau biasa disebut dengan wireframe yang dimana bentuknya didapat dari pengembangan pola pikir. Referensi desain diperoleh melalui Pinterest dan
Behance.
Tahapan ke-4 adalah tahap prototyping yang berarti perancang mencari beberapa kesalahan yang terjadi pada desain yang telah dibuat. Pada praktiknya teori ini berjalan sebagaimanamestinya pada saat perancangan ketika internship di ATDAWN. Adanya feedback dari mentor magang dan revisi yang berdasarkan dari feedback yang diterima sering dilakukan dalam proses kerja.
Pada langkah selanjutnya adalah tahap test yang berarti dimana perancangan dan pengguna Bersama- sama mengoperasikan website atau desain yang dibuat. Pada
praktiknya, sistem kerja pada saat magang sudah sama dengan teorinya yaitu dimana ditemukannya beberapa poin kesalahan yang harus diperbaiki dan selanjutnya
direvisi untuk perancangan final.Secara keseluruhan metode design thinking pada
teorinya dapat diterapkan sebanyak 80% pada praktiknya ketika proses internship di ATDAWN. Hal ini dapat terjadi karena dalam sebuah perancangan yang tidak utuh pun pasti akan melewati beberapa langkah yang ada pada metode design thinking. Sehingga tahapan- tahapan yang ada beberapa akan memiliki kesamaan.
• Perbandingan Teori User Centered Design dengan Praktik saat Internship
Pada saat eksekusi desain, teori UCD yang pada umumnya berfokus pada memposisikan diri sebagai pengguna sudah diterapkan. Dalam seluruh proses UCD yang ada, pada praktiknya pengerjaan proyeksaat magang telah mengikuti seluruh alur proses tahapan dari UCD. Pada satu waktu, telah dilakukannya pencarian solusi desain yang diperolehdari analisis yang didapat dari briefing pada saat di google meet bersama mentor magang. Pada tahap selanjutnya perancangan desain yang sesuai dengan kebutuhan pengguna seperti pada contohnya pada saat menyamakan tema konten feeds Instagram dengan konten sebelumnya. Yang dimana pada kasus ini pengguna membutuhkan konten desain yang serupa dengan konten desain sebelumnya. Pada tahap akhir, saat praktik di ATDAWN, telah dilakukannya uji coba dengan 1 simulasi user yaitu mentor magang. Secara
keseluruhan pada praktiknya proses desain dikerjakan dengan lancar.
• Perbandingan Teori Elemen Desain pada Penerapan UI/UX saat Internship
Dalam teori elemen desain, ada 4 unsur elemen desain yaitu garis, visual, tipografi dan warna. Pada saat magang, seluruh unsur elemen desain yang ada digunakan karena menjadi sebuah penopang dalam berdirinya karya desain yang bernilai dan estetik. Garis digunakan pada saat desain untuk memisahkan text dengan text lainnya agar pengguna tidak bingung.
Tidak hanya itu, garis menjadi elemen yang pentingpada praktiknya karena setiap button pasti dikelilingioleh bentuk shape yang terbentuk dari garis. Jadi garis pada perancangan UI/UX dapat menyokong berdirinya fungsi UX sendiri. Visual atau gambar atau foto disini
pasti digunakan pada saat magang karena hamper seluruh proyek menggunakan aset foto gambar yang cocok dan sesuai dengan keharmonian tema yang idiberikan. Untuk unsur desain tipografi menjadi hal yang penting dan utama dalam perancangan UI/UX
karena pada praktiknya peletakan tulisan dan jenis itulisan yang menarik pada website atau desain feeds isering dilakukan. Akan tetapi dalam penggunaan teori tersebut, pada perancangan cenderung menggunakan jenis font Serif, Sans-Serif dalam pengaplikasiannya
pada website agar terkesan rapi dan tertata. Tipografi menjadi hal yang paling dibutuhkan bagi pengguna karena pada saat berkunjung, UX harus dapat memberikan tulisan yang dapat membentuk pemikiran pengguna mengenai website atau desain feeds yang dikunjungi. Unsur desain selanjutnya adalah warna. Unsur ini dalam praktiknya menjadi hal pondasi dari seluruh elemen desain lainnya. Hal ini dikarenakan dalam seluruh elemen desain yang ada pasti memiliki warna. Pada praktiknya saat merancang UI/UX di magang, warna yang digunakan cenderung mengikuti tema dan moodboard yang diberikan.
• Perbandingan Teori Warna pada Perancangan UI/UX dan Feeds/Story Instagram saat Internship
Pada beberapa proyek warna yang digunakancenderung jenis warna monokromatik yang
dikombinasikan dengan warna analogus. Jenis warna ini digunakan dalam perancangan desain karena warna yang tidak terlalu mencolok dimata akan tetapi menghasilkan warna yang soft dan harmoni dimata pengguna. Penggunaan warna ini juga diterapkan agar tampilan UI desain tidak terlalu kontras sehingga pengguna tidak nyaman saat melihat tampilan UI dari website. Penerapan warna di magang dengan teori sudah berjalan pada hakikatnya. Pada praktiknya ATDAWN sering menggunakan warna yang warm seperti kuning, coklat, dan hijau untuk membuat mata pengguna tidak sakit dan nyaman saat dilihat dalam jangka waktu yang lama.
Kesimpulan
Perancangan desain yang dilakukan selama internship terlihat beberapa penyimpangan yang masuk dalam kategori positif karena penyimpangan teori yang diterapkan demi memberikan karya desain yang lebih terstruktur dan estetik. Secara langkah desain yang berbeda dilakukan karena adanya beberapa waktu dimana pembuatan proyek dikejar oleh deadline sehingga adanya teknik- teknik baru yang dilakukan untuk mempercepat proses dari desain. Secara menyeluruh perusahaan ATDAWN telah melakukan pengembangan teori pada praktiknya untuk memberikan karya desain pada proyek yang dikerjakan agar lebih cepat, efisian dan menarik.
3.
Perbandingan Proses Perancangan UI/UX Secara Teori dan Praktik Saat
Internship di Eyesimple Creative Studio
Oleh : Regina Dewi Mentari Mekarsari Loman
Review
Dalam proses perancangan proyek di dunia kerja dan perkuliahan terdapat perbedaan. Proses perancangan UI/UX secara teori dimulai dari riset, membuat IA,
wireframe, dan yang terakhir adalah membuat prototype. Sedangkan di perusahaan tempat internship dilakukan ada juga alur desainer yaitu membuat wireframe, tiga alternatif halaman utama, kemudian desain lengkap semua halaman. Riset dan pembuatan IA tidak ada dalam alur kerja secara tertulis, namun dalam pelaksanaannya hal tersebut dilakukan oleh tim desainer. Untuk pembuatan alternatif halaman utama bisa dikatakan termasuk dalam pembuatan prototype yang memfokuskan desain pada halaman utama. Selanjutnya adalah membuat prototype untuk halaman lainnya sesuai dengan desain yang terpilih diantara tiga alternatif desain. Dengan kata lain, alur kerja secara teori dengan realita di perusahaan sama.
Selama mengerjakan proyek-proyek yang diberikan, proses perancangan sesuai dengan teori, namun secara output tidak mengikuti proses sesuai dari teori yang telah diajarkan dalam perkuliahan. Jika dalam perkuliahan, setiap progress-nya mulai dari riset sampai final akan melewati proses asistensi dengan asisten dosen. Berbeda dengan internship di mana setelah mendapatkan brief, sering tidak ada riset maupun wireframe seperti yang telah diajarkan. Melainkan langsung membuat alternatif halaman
utama ataupun desain semua halaman. Meskipun begitu secara tidak langsung teori yang sudah diajarkan dilakukan pada saat perancangan melalui proses berpikir yang tidak berwujud.
Proses pengerjaan setiap proyek tidak selalu sama. Ketika mengerjakan desain website perusahaan tempat internship yaitu Eyesimple, secara keseluruhan proses perancangan sesuai dengan alur yang sudah ditetapkan oleh perusahaan. Pada proyek website Pusat Baterai, perancangan tidak dilakukan dengan Adobe XD melainkan Adobe Photoshop yang mana tidak seperti yang diajarkan di perkuliahan. Adobe Photoshop juga dapat digunakan untuk merancang desain sebuah website seperti Adobe XD. Hanya saja jika mendesain
di Adobe Photoshop, desainer tidak dapat melihat website flow. Ketika mengerjakan website ASD Membership, langsung ditugaskan untuk membuat desain semua halaman tanpa merancang wireframe. Sedangkan ketika pengerjaan website APE, ditugaskan untuk membuat IA terlebih dahulu dan dilanjutkan dengan pembuatan alternatif halaman utama. Oleh karena itu, proses pengerjaan tergantung permintaan pembimbing di perusahaan dan keinginan dari klien.
Kesimpulan
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa secara garis besar proses perancangan UI/UX di Eyesimple Creative Studio telah sesuai dengan teori yang terdapat pada materi perkuliahan prodi DKV Universitas Kristen Petra. Apa yang telah diajarkan selama perkuliahan terpakai ketika bekerja. Hanya saja hasil yang dikerjakan (output) untuk diasistensikan di dunia kerja tergantung klien. Rata-rata klien ingin melihat hasil jadi tanpa adanya proses awal seperti riset hingga pembuatan wireframe. Namun sebelum diasistensikan ke klien, perlu melewati proses asistensi hasil akhir desain ke mentor atau pembimbing perusahaan. Dalam proses perancangan, apa yang telah diajarkan tetap dilakukan karena sudah merasa nyaman dengan alur kerja seperti itu. Proses perancangan tersebut juga secara tidak langsung atau tanpa disadari terjadi di dalam pola pikir ketika melakukan perancangan, walaupun hasil akhirnya adalah desain final yang berupa beberapa alternatif.
4.
PENGEMBANGAN UI / UX PADA APLIKASI BUANA ONLINE COURSE MENGGUNAKAN METODE DESIGN THINKING (STUDI KASUS: UNIVERSITAS BUANA PERJUANGAN KARAWANG)
Oleh : Aurel Adhitya Anwar, Baenil Huda, Elfina Novalia, Tukino Paryono, Seia Piantara
Review
Hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan metode Design Thinking mengidentifikasikan elemen-elemen krusial yang harus ditetapkan dalam merancang prototype aplikasi Buana Online Course, yaitu:
1. Empati
Pada tahap ini, dilakukan pemahaman terhadap masalah yang dihadapi oleh
pengguna. Pada tahap empati peneliti mengumpulkan informasi tentang ketersediaan sumber daya, kebiasaan pengguna, permasalahan yang terjadi, dan sebagainya guna mendefinisikan masalah serta membuat desain solusi. Oleh karena itu pada tahap ini dilakukan pengumpulan data untuk menunjang proses yang akan dilakukan selanjutnya.
2. Pengumpulan Data
Dalam pembangunan aplikasi, metode yang digunakan dalam tahap pengumpulan
data adalah studi literatur. Studi Literatur adalah proses pencarian referensi atau acuan
teori yang berhubungan dengan kasus permasalahan yang dihadapi. Referensi bisa
didapatkan dari buku, jurnal, artikel, dan situs – situs di internet. Hasil penelitian
studi literatur ini merupakan kumpulan referensi untuk rumusan masalah.
Tujuannya adalah untuk mendapatkan landasan teori untuk melakukan penelitian
dan landasan untuk perencanaan desain prototype mobile application Buana Online
Course.
3. Definisi Masalah
Keluhan mengenai desain website e-learning yang telah dibuat Universitas Buana Perjuangan Karawang dianggap kurang responsive dan menarik untuk mobile. Maka pengembangan aplikasi Buana Online Course terutama untuk mobile dianggap penting untuk dilakukan.
4. Analisis Masalah Pengguna
Definisi masalah berdasarkan data yang didapat dari tahap empati, dapat
menyimpulkan permasalahan yang dialami pengguna. Permasalahan umum yang
dihadapi oleh pengguna adalah desain e-learning yang telah tersedia dianggap kurang mewakili kebutuhan mereka terutama jika diakses menggunakan mobile.Pengguna mengeluhkan desain yang kurang responsive, kurang menarik, dan tidak praktis untuk mobile.
5. Analisis Kebutuhan Pengguna Dari permasalahan tersebut, dapat
disimpulkan kebutuhan yang sesuai untuk para pengguna adalah aplikasi yang mudah
digunakan, mudah dipahami dan tidak membingungkan, menarik, serta menjamin
keamanan data pengguna.
6. Penentuan Ide atau Solusi
Setelah dibuat prototype desain UI untuk aplikasi Buana Online Course, maka dibuat scenario sederhana penggunaan aplikasi untuk menjelaskan UX yang didesain untuk aplikasi Buana Online Course. Skenario sederhana tersebut disajikan dalam langkah-langkah sebagai
berikut :
1. Pengguna (mahasiswa) melakukan login dengan input username atau email
serta password agar dapat mengakses aplikasi Buana Online Course.
2. Setelah berhasil login, pengguna akan dialihkan menuju halaman home yang
menampilkan beberapa course yang diikuti mahasiswa dan beberapa menu yang dapat diakses melalui ikon bar di bagian bawah tampilan menu home.
3. Terdapat 4 menu yang dapat diakses mahasiswa yakni menu Account, Course, Calendar, dan Nilai.
4. Jika pengguna memilih menu Account maka tampilan yang muncul adalah data diri pengguna Buana Online Course berupa detail pengguna yang berisi alamat email, kelas yang diikuti, dan nomor handphone. Sementara tampilan yang lainnya adalah aktivitas login yang menunjukkan aktivitas login pengguna.
5. Lalu jika memilih menu Course, maka yang muncul adalah seluruh mata kuliah yang diikuti oleh mahasiswa. Selain menampilkan secara keseluruhan, terdapat tampilan mendetail mata kuliah yang dibagi tiap pertemuan. Pada menu course pengguna dapat melakukan pengumpulan tugas, pengunduhan materi, serta mengisi daftar hadir mengikuti perkuliahan pada minggu sesuai dengan jadwal.
6.Menu Calendar berisi calendar akademik yang berlaku selama masa perkuliahan dan tahun ajaran berlangsung. Selain itu terdapat reminder atau pengingat mengenai deadline yang dimiliki oleh pengguna berupa nama mata kuliah, pengerjaan tugas, serta absensi kehadiran. Menu terakhir adalah menu Nilai yang dapat diakses pengguna untuk mengetahui
nilai atas mata kuliah yang telah ditempuh. Tampilan menu Nilai ini dihadirkan dalam bentuk tabel yang memuat informasi nama mata kuliah dan nilai yang diberikan.serta nilai yang diberikan oleh dosen.
7. Pengujian Desain Solusi Pengujian desain solusi dilakukan oleh
peneliti yang berperan sebagai user aplikasi Buana Online Course lalu menguji atau
menggunakan semua fungsi dan memberikan feedback berupa pengalaman user dalam menggunakan aplikasi Buana Online Course. Fungsi dari feedback ini ialah untuk mendapatkan hasil serta solusi selanjutnya demi meningkatkan aplikasi
Buana Online Course. Setelah semua selesai dilakukan, didapatkan analisis hasil atas umpan balik oleh user bahwa semua tombol dan menu aplikasi diarahkan ke halaman yang benar
dan berfungsi. Selain dari itu desain tampilan atau UI dari aplikasi Buana Online Course dinilai sudah minimalis dan nyaman di mata serta mewakili identitas Universitas Buana Perjuangan Karawang.
Kesimpulan
Pengembangan UI / UX pada aplikasi Buana Online Course dengan metode
Design Thinking dimaksudkan untuk memfasilitasi kebutuhan pengguna serta memberikan solusi atas permasalahan pengguna melalui desain solusi. Implementasi metode design thinking pada penelitian kali ini terdiri atas empati, definisi masalah, menentukan ide atau
solusi, rancangan desain solusi, dan pengujian desain solusi. Prototype yang dibuat untuk aplikasi Buana Online Course sudah cukup menjawab kebutuhan serta permasalahan pengguna. Hasil produk akhir yang melewati pengujian langsung oleh user telah menghadirkan tampilan yang tidak membingungkan, responsive, dan menarik. Oleh karena itu pengujian aplikasi Buana Online Course telah berjalan dengan baik.
5.
PENERAPAN METODE DESIGN THINKING PADA PERANCANGAN UI/UX MOBILE APPS SEBAGAI MEDIA PENDIDIKAN MORAL UNTUK ANAK-ANAK
Oleh : Michelle Angelica, Dicky Hidayat, Andreas Rio Adriyanto
Review
Penelitian ini menggunakan metode penelitian
kualitatif sebagai metode lensa dalam menerapkan
design thinking pada perancangan (Pontis, 2015).
Penelitian kualitatif dilakukan dengan tahapan
identifikasi masalah, literature review, penetapan
tujuan penelitian, pengumpulan data,
interpretation, dan pelaporan (Neuman, 2000;
Creswell, 2017). Pengumpulan data pada tahap
kualitatf dilakukan dengan cara observasi,
wawancara, dan pengamatan terhadap obyek sejenis
(Creswell, 2017).
Penelitian ini menempatkan penelitian kualitatif
sebagai upaya untuk memahami permasalahan
secara lebih mendalam. Hasil dari penelitian
kualitatif selanjutnya akan menjadi landasan bagi
proses perancangan yang akan dilakukan
menggunakan metode design thinking, yaitu
metode untuk menyelesaikan sebuah masalah
dengan memfokuskan pada pengguna (Brown &
Katz, 2009; Arrazi, 2018). Penggunaan dua metode
tersebut secara terintegrasi akan bermanfaat dalam
memahami dengan lebih baik bagaimana
merancang media yang tepat bagi target audiens
atau user untuk membantu menyelesaikan
permasalahan yang mereka hadapi.
kesimpulan
Pesan yang ingin disampaikan pada perancangan ini
adalah pentingnya pendidikan moral pada anak
yang diajarkan melalui interaktivitas antara orang
tua dan anak. Penelitian yang dilakukan
menemukan banyak orang tua yang memiliki
keterbatasan waktu dan tenaga untuk belajar secara
teori mengenai parenting yang baik. Disamping itu
anak-anak juga senang bermain sehingga
permainan menjadi metode yang efektif dalam
pembelajaran. Berdasar temuan tersebut maka
perancangan aplikasi mobile dengan sistem
gamifikasi menjadi solusi yang tepat untuk
permasalahan ini. Sistem gamifikasi juga dapat
meningkatkan bonding antara orang tua dan anak
karena dapat digunakan sebagai kegiatan
menyenangkan saat quality time.
Semua aspek UI dibuat untuk mampu mencapai UX
yang efektif, efisien, mudah dipelajari, mudah
diingat, aman dan semua tombol ataupun fitur dapat
berjalan dengan baik. UX untuk aplikasi parenting
dengan pendekatan gamifikasi memberikan solusi
yang tepat jika dirancang sesuai dengan kebutuhan
pengguna. Penggunaan elemen-elemen visual
seperti warna, font, dan layout memberikan kesan
modern dan fleksibel, sesuai target pengguna yang
dituju yaitu orang tua dan anak. Penggunaan
ilustrasi dengan gaya flat design dan iconography
yang sederhana dan minimalis dapat menjadi daya
tarik dalam aplikasi, memberikan kesan baru dan
citra identitas yang modern.
Pengujian menggunakan SUS pada perancangan
mobile apps ini mendapatkan hasil rata-rata score
sebesar 80, maka dapat disimpulkan bahwa tingkat
kepuasan user terhadap aplikasi berada pada level
adjective rating yang tergolong Good dengan grade
bernilai B.
Berdasarkan hasil penelitian dan perancangan yang
telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa secara
garis besar penerapan metode design thinking dalam
penelitian kualitatif sebagai metode penelitian lensa
dapat menghasilkan desain yang efektif dan
mengacu pada kebutuhan dan keinginan pengguna.
Penerapan dua metode tersebut akan bermanfaat
dalam memahami dengan lebih baik bagaimana
merancang media yang tepat bagi target audiens
untuk membantu menyelesaikan permasalahan yang
mereka hadapi.
Diharapkan dengan adanya mobile apps ini dapat
membantu orang tua dalam mengajarkan nilai moral
kepada anak-anak, membantu meningkatkan dan
memperkuat bonding antara orang tua dan anak,
serta meningkatkan kembali pengetahuan tentang
nilai-nilai moral pada anak-anak di Indonesia.
6.
KONSEP, TEORI DAN PROSEDUR DESIGN THINKING
oleh : Rizky Mucharam
Review
Design thinking meliputi proses-proses seperti analisis konteks, penemuan dan
pembingkaian masalah, pembuatan ide dan solusi, berpikir kreatif, membuat sketsa dan
menggambar, membuat model dan membuat prototipe, menguji dan mengevaluasi. Inti
dari Design Thinking meliputi kemampuan untuk:
- Menyelesaikan masalah yang rumit
- Mengubah strategi menjadi solusi
- Menggunakan nalar abduktif dan produktif
- Menggunakan media pemodelan non-verbal, grafik / spasial, misalnya, membuat
sketsa dan membuat purwarupa
- Design Thinking memberikan ruang bagi kita untuk gagal. Belajar dari kegagalan,
kita harus memahami mengapa kita gagal dan mengapa kita harus
memperbaikinya
Design Thingking memiliki 5 fase model yang digunakan sebagai petunjuk agar
menjadi seorang Design Thinker yang ahli. Antara lain Empathize, Define, Ideate,
Prototype, Test.
Empathize
( meneliti kebutuhan pengguna )
Cara yang pertama agar memiliki desain yang baik dan berkualitas adalah
rasa empati. Kemampuan ini bertujuan untuk saling memahami dan berbagi
perasaan dengan orang lain. Proses ini diawali dengan melakukan penelitan terkait
permasalahan yang dialami pengguna dengan mengamati perilaku pengguna dan
mewawancarai mereka untuk mendapatkan pemahaman yang lebih dalam tentang
siapa mereka dan mengapa mereka melakukan hal-hal yang mereka lakukan.
Empati sangat penting untuk proses desain yang berpusat pada manusia seperti
pemikiran desain karena ini dapat mengetahui “Untuk siapa saya mendesain?”,
“Masalah apa yang saya pecahkan untuk mereka?", Empati dapat membantu
menemukan kebutuhan orang yang tidak terucapkan dan tidak disadari serta
membantu dalam memilih pengguna yang tepat untuk didesain.
Define
( Menganalisis kebutuhan dan masalah pengguna)
Pada fase ini, setelah mengumpulkan beberapa informasi yang telah
diperoleh pada fase Empati selanjutnya adalah menganalisis dan mensintesisnya
untuk menentukan masalah inti yang telah diidentifikasi. Fase ini disebut juga
dengan pernyataan masalah, Sudut pandang harus difokuskan pada pengguna
tertentu dan kebutuhan yang ditemukan dalam fase berempati. Pernyataan
masalah ini penting karena dapat memberi gambaran yang jelas tentang masalah
yang akan diselesaikan dan untuk siapa menyelesaikannya.
Ideate
( Tantang Asumsi dan Ciptakan Ide)
Ini adalah Fase dimana seorang design thinker bertukar pikiran terbuka
dan berpikir kritis dengan tujuan menghasilkan sebanyak mungkin ide dan solusi
potensial. Mencari cara alternatif untuk melihat permasalahan, dan
mengidentifikasi solusi inovatif untuk pernyataan masalah yang ditemukan. Fase
ini juga memaksa design thinker untuk mencari solusi yang jelas sehingga dapat
mulai berfikir secara kritis dan inovatif.
Prototype
( Membuat Solusi )
Prototipe dapat mengambil berbagai bentuk dan berkisar dari yang
sederhana hingga yang kompleks, sehingga dapat mengidentifikasi solusi terbaik
untuk setiap masalah yang ditemukan. Pembuatan prototipe juga dapat digunakan
untuk menguji beberapa ide, sekaligus untuk mendapatkan wawasan lebih jauh
tentang hubungan antara pengguna dan produk. Fase ini hanyalah cara untuk
mengubah ide terbaik menjadi bentuk fisik sehingga dapat mengujinya dengan
orang lain.
Test
( Mencoba Solusi )
Para penguji nantinya akan menguji prototype yang telah dibuat dengan teliti.
Selama proses ini, Design Thinker akan mendapatkan masukan dari penguji dan
melakukan proses pengulangan. Hasil yang diperoleh akan diidentifikasi ulang
satu atau beberapa masalah lebih lanjut. Jadi, pada tahap ini dapat Kembali lagi
ke tahap sebelumnya untuk membuat iterasi, perubahan, dan penyempurnaan
lebih lanjut - untuk menemukan atau mengesampingkan solusi alternatif.
kesimpulan
Dengan memahami pengguna secara mendalam, berempati dengan pengalaman mereka, dan berpikir secara kreatif, kita dapat menciptakan solusi yang lebih relevan dan bermanfaat.
7.
DESIGN THINKING MENJADI METODENYA PARA INOVATOR
oleh : Dinah Afifah
Review
(Kelley & Brown,
2018) menekankan bahwa desain layaknya sebuah tim dengan tiga nilai utama:
1. Many eyes - Dalam desain yang akan dibuat kita bisa mengolaborasikan berbagai macam
keahlian untuk mencapai hasil yang diinginkan. Tidak bergantung pada satu keahlian tapi
melainkan berbagai macam keahlian seperti teknik, pengelolaan sumber daya manusia,
komunikasi, etnografi, dan sebagainya. Perbedaan pandangan dari setiap anggota tim bisa
menjadi sebuah keunikan yang mampu memberikan sudut pandang yang luas yang tidak
dapat dilihat oleh yang lainnya.
2. Customer View Point - Tim desain harus mampu merespon dan memahami cara pandang
customer terhadap suatu hal atau sebuah permasalahan yang terjadi dan memahami reaksi
dan harapan mereka terhadap hal itu.
3. Tangibility - Dari identifikasi yang didapat, tim desain membuat prototype atau maket
untuk melakukan berbagai percobaan dan mempelajari reaksi yang terjadi. Design thinking
mampu memberikan solusi bagi beberapa permasalahan yang kompleks. Tim desain
menghasilkan suasana kolaborasi yang sering kali mengarah pada terciptanya terobosan
untuk menyelesaikan masalah yang ada. Ketika tim desain menyatukan semua pemangku
kepentingan berbagai perusahaan, mereka sering dapat memenangkan komitmen dari
berbagai divisi perusahaan untuk melihat ide-ide baru hingga menjadi sebuah solusi.
Seiringnya perkembangan zaman, esensi dari proses desain semakin berubah dan berevolusi.
Desain bukan hanya sekedar membuat sebuah produk atau aplikasi yang akan laku di pasaran,
memiliki bentuk yang indah dan menarik, ataupun mudah untuk dibuat. Desain sekarang ini adalah
berkaitan dengan penciptaan sesuatu atau ide yang sesuai keinginan dan kebutuhan pengguna atau
banyak orang. Menurut (Kelley & Brown, 2018) design thinking memiliki beberapa elemen
penting yaitu :
1. People Centered : dalam tahapan ini yang perlu diperhatikan bahwa setiap tindakan
berpusat pada kebutuhan dan kepentingan pengguna.
2. Highly Creative : metode ini juga memberikan keleluasaan dan kreativitas yang tinggi,
sehingga dalam proses perencanaannya tidak baku dan kaku.
3. Hands On : proses desain juga perlu dilakukan percobaan yang nyata tidak hanya sebuah
ide atau gagasan berupa gambar dan teori yang tertuang dalam sebuah perencanaan semata
kesimpulan
Para inovator harus pintar dalam membaca kondisi, dan memetakan segala aspek yang berkaitan
dengan permasalahan yang terjadi di masyarakat. Menguraikan setiap permasalahan yang
kemudian dirumuskan pada setiap tahapan design thinking. Memperlihatkan kemampuan inovator
dalam menangkap, merespon, kemudian mengidentifikasi setiap sisi permasalahan dan peluang.
Sehingga mampu menghasilkan solusi yang tepat dan efektif dalam menyelesaikan permasalahan
yang hadir di masyarakat. Terutama dalam hal membantu mobilitas dan aktivitas masyarakat
sehari-hari.
8.
EMPHATY MAPPING : THE FIRST STEP IN DESIGN
oleh : sarah gibbons
Review
Emphaty map adalah visualisasi kolaboratif yang digunakan untuk mengartikulasikan apa yang kita ketahui tentang jenis pengguna tertentu. Ini mengeksternalisasi pengetahuan tentang pengguna untuk menciptakan pemahaman bersama tentang kebutuhan pengguna, dan membantu dalam pengambilan keputusan.
Kesimpulan
Seperti namanya, emphaty map hanya membantu kami membangun empati dengan pengguna akhir kami. Ketika didasarkan pada data nyata dan ketika dikombinasikan dengan maping methods yang lain
9.
Berkomunikasi Secara Efektif, Ciri Pribadi yang Berintegritas Dan Penuh Semangat
oleh : kementrian keuangan republik indonesia
Review
Sebagai makhluk sosial, komunikasi merupakan unsur penting dalam kehidupan manusia. Kegiatan komunikasi akan timbul jika seorang manusia mengadakan interaksi dengan manusia lain, jadi dapat dikatakan bahwa komunikasi timbul sebagai akibat adanya hubungan sosial. Pengertian tersebut mengandung arti bahwa komunikasi tidak dapat dipisahkan dari kehidupan umat manusia, baik sebagai individu maupun kelompok.
Kata komunikasi atau communication dalam bahasa inggris berasal dari bahasa latin communis yang artinya “sama”, communico, communication, atau communicare yang berarti “membuat sama” (to make common). Istilah pertama (communis) adalah istilah yang paling sering sebagai asal usul kata komunikasi, yang merupakan akar dari kata-kata Latin lainnya yang mirip. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan dianut secara sama (Mulyana, 2005:4)
Untuk dapat berkomunikasi dengan baik dan efektif, kita dituntut untuk tidak hanya memahami prosesnya, tetapi juga mampu menerapkan pengetahuan kita secara kreatif. Komunikasi dikatakan efektif apabila komunikasi yang terjadi bersifat dua arah yaitu dimana makna yang distimulasikan sama atau serupa dengan yang dimaksudkan oleh komunikator atau pengirim pesan.
10.
Design Thinking Revised.
Retrieved from Mapping Complex Information.
Theory and Practice
oleh : sheilapontis
Review
Merujuk pada 'aktivitas kognitif spesifik desain yang diterapkan desainer selama proses merancang' (Lawson, 2008). Kata-kata ini mengacu pada cara desainer berpikir dan menangani masalah. Sekarang 'pemikiran desain' memiliki konotasi yang berbeda: ini menunjukkan pendekatan pemecahan masalah yang melengkapi mahasiswa dan profesional desain dan non-desain dengan 'metodologi untuk menghasilkan hasil inovatif yang andal di bidang apa pun' (MIller, 2015). Keterampilan desainer, dan cara berpikir dan penalarSebelum istilah 'design thinking' menjadi populer, kata-kata yang sama ini digunakan untukan telah diperbesar dan disesuaikan untuk memecahkan masalah di luar desain, dan sekarang diterapkan dalam konteks yang berbeda untuk mengatasi masalah kompleks sosial, ekonomi, kesehatan, dan politik, antara lain.
Dengan pemikiran desain, cara tradisional desainer berpikir telah diperkaya dengan fokus yang berpusat pada pengguna dan empatik, cara kerja kolaboratif, dan 'refleksi sadar diri pada proses desain'. Karakteristik ini sebenarnya meratakan bagian pemikiran dari proses (desain konseptual) dan cara solusi itu sendiri dikembangkan (desain prototipe) (Miller, 2015).
11.
Semiotika Tanda Verbal dan Tanda Visual
Iklan Layanan Masyarakat
oleh : Sumbo Tinarbuko
Review
Sebagai
media yang bergerak dalam bidang sosial,
ILM (iklan layanan masyaralat) pada umumnya berisi pesan tentang
kesadaran nasional, kemanusiaan,
kesehatan, pendidikan dan lingkungan
hidup. Misalnya ILM yang dibuat untuk
menyukseskan program imunisasi nasional,
pemberantasan nyamuk demam berdarah,
virus flu burung, budaya gemar membaca,
budaya menabung, menjaga lingkungan
hidup, membuang sampah pada tempatnya, tertib lalulintas, wajib pajak, hemat
listrik, donor darah, dan sebagainya.
ILM adalah iklan sosial. Keberadaannya
bersifat independen. Ia tidak terkait pada
konsep bisnis perdagangan, politik, atau
agama. Konsep visualnya tidak berbeda
dengan iklan komersial. Keduanya
merupakan media komunikasi visual yang
berperan untuk mempengaruhi khalayak
luas sebagai target sasaran agar dapat
tergerak hatinya untuk melakukan sesuatu
yang dianjurkan oleh pesan ILM tersebut.
Oleh karena itu, perencanaan sebuah ILM
mengacu pada konsep iklan komersial.
Jika dilihat dari wujudnya, ILM
mengandung tanda dan pesan komunikasi
yang komunikatif. Lewat bentuk-bentuk
komunikasi seperti itulah pesan verbal dan
pesan visual tersebut menjadi bermakna. Di
samping itu, gabungan antara tanda dan
pesan yang ada pada ILM bertugas
mempersuasi khalayak sasaran yang dituju.
Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji
tanda verbal (terkait dengan judul,
subjudul, dan teks) dan tanda visual (terkait
dengan ilustrasi, logo, tipografi, dan tata visual) ILM dengan pendekatan teori
semiotika, teori periklanan, dan desain
komunikasi visual. Dengan demikian,
analisis semiotika komunikasi visual dengan
dukungan teori semiotika, teori periklanan,
dan desain komunikasi visual diharapkan
menjadi salah satu pendekatan untuk
memperoleh makna konotasi yang
terkandung di balik tanda verbal dan tanda
visual dalam iklan layanan masyarakat.
Melalui pendekatan teori semiotika,
teori periklanan dan teori desain komunikasi
visual, diharapkan ILM mampu diklasifikasikan berdasarkan tanda, kode, dan
makna yang terkandung di dalamnya.
Dengan pendekatan dan teori-teori ini,
diharapkan dapat diketahui dasar keselarasan antara tanda verbal dan tanda visual
untuk mendukung kesatuan penampilan
ILM serta mengetahui hubungan antara
jumlah muatan isi pesan (verbal dan visual)
dan tingkat kreativitas pembuatan desain
ILM.
Pesan yang dikemukakan dalam pesan
ILM, disosialisasikan kepada khalayak
sasaran melalui tanda. Secara garis besar,
tanda dapat dilihat dari dua aspek, yaitu
tanda verbal dan tanda visual.
Tanda verbal akan didekati dari gaya
bahasanya, tema, dan pengertian yang
didapatkan. Sedangkan tanda visual akan
dilihat dari cara menggambarkannya,
apakah secara ikonis, indeksikal, atau
simbolis, dan bagaimana cara mengungkapkan idiom estetik dan kode-kode sosialnya.
Kesimpulan
Pertama, tulisan ini mengkaji tanda verbal (terkait dengan judul, subjudul, dan
teks) dan tanda visual (terkait dengan
ilustrasi, logo, tipografi, dan tatavisual) ILM
serta mencari makna konotasi atas
keberadaan pesan verbal dan pesan visual.
Secara visual ILM mengandung tanda verbal dan tanda visual yang direpresentasikan
secara komunikatif. Lewat karya desain
komunikasi visual berbentuk iklan layanan
masyarakat seperti itulah pesan verbal dan
pesan visual tersebut menjadi bermakna. Di
samping itu, gabungan antara tanda dan
pesan yang ada pada iklan layanan
masyarakat mampu memberikan persuasi
pada khalayak sasaran yang dituju.
Sementara itu, pesan verbal dan pesan visual yang dikemukakan dalam pesan ILM,
disosialisasikan kepada khalayak sasaran
melalui tanda. Secara garis besar, tanda
dapat dilihat dari dua aspek, yaitu tanda
verbal dan tanda visual.
Kedua, analisis semiotika komunikasi
visual untuk objek iklan layanan masyarakat dengan dukungan teori semiotika,
teori gaya bahasa, dan teori desain
komunikasi visual diharapkan menjadi
salah satu pendekatan baru untuk memperoleh makna konotasi yang terkandung
di balik tanda verbal dan tanda visual dalam
iklan layanan masyarakat tersebut. Sebab
dengan mengkaji tanda verbal (terkait
dengan judul, subjudul, dan teks) dan tanda
visual (terkait dengan ilustrasi, logo,
tipografi, gaya desain, dan komposisi) ILM
dengan pendekatan teori semiotika, teori
gaya bahasa, dan teori desain komunikasi
visual, akan memunculkan makna konotasi
yang plural dan polisemi.
Ketiga, semua unsur semiotika yang
meliputi tanda, kode, dan makna menjadi
pertimbangan dalam melihat dan
menangkap pesan yang mencuat dalam
karya desain komunikasi visual. Hubungan
ketiga unsur tersebut sangat erat. Antara
yang satu dan lainnya saling melengkapi.
Dengan demikian, karya desain komunikasi
visual berwujud iklan layanan masyarakat
yang dijadikan objek kajian setelah
ditafsirkan berlandaskan tanda verbal dan
tanda visual, dapat diklasifikasikan
berdasarkan kombinasi antara tanda, kode,
dan makna. Terkait dengan hubungan
ketiga komponen tersebut, muncul entropi
(tidak terjadi pengulangan) terhadap hubungan objek karya desain komunikasi
visual, konteks, dan teks, sehingga hasil
penafsiran makna menjadi relatif ideal,
karena informasi yang disampaikan sangat
efektif dan persuasif. Masing-masing
komponen menempati posisinya sesuai
dengan porsinya masing-masing.
Keempat, untuk membaca, mengidentifikasikan dan memunculkan makna
konotasi pada karya desain komunikasi visual berwujud desain iklan layanan
masyarakat dibutuhkan metode analisis
semiotika komunikasi visual yang juga
dimanfaatkan sebagai metode analisis data
verbal dan data visual. Selain itu,
penggunaan metode analisis semiotika
komunikasi visual sebagai salah satu metode
pembacaan ILM disebabkan adanya kecenderungan untuk memandang berbagai hal
seperti seni, budaya, sosial, desain
komunikasi visual, dan ILM sebagai
fenomena bahasa dan tanda. Metode analisis
semiotika komunikasi visual, pada dasarnya
beroperasi pada dua jenjang analisis, yaitu,
analisis tanda secara individual yang
mencakup: tanda, kode, dan makna tanda,
serta analisis tanda yang membentuk teks.
Sedangkan teks menurut Yasraf Amir
Piliang (2004: 88) dipahami sebagai
kombinasi tanda-tanda. Dengan demikian,
karya desain komunikasi visual yang salah
satunya berbentuk ILM juga dapat dilihat
sebagai sebuah teks.
Kelima, cara melakukan proses analisis
objek penelitian dilakukan secara deskriptif
dengan memanfaatkan konsep Triadik
Sumbo Tinarbuko. Konsep ini penulis
ciptakan untuk melihat dan mengidentifikasikan tanda verbal dan tanda visual
yang terkandung di dalam ILM sehingga
mampu ditemukan makna konotasi atas
pesan verbal dan pesan visual yang
komunikatif, dan persuasif yang ditujukan
pada khalayak sasaran yang dituju.
12.
TARI REMO (NGREMONG): SEBUAH ANALISIS TEORI
SEMIOTIKA ROLAND BARTHES TENTANG MAKNA
DENOTASI DAN KONOTASI DALAM TARI REMO
(NGREMONG)
oleh : Syaiful Qadar Basri , Ethis Kartika Sari
Review
Menurut Barthes, signifikasi tahap
pertama adalah hubungan antara signifier dan
signified di dalam sebuah tanda realitas
eksternal. Barthes menyebutnya sebagai
denotasi, yaitu makna paling nyata dari tanda.
Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes
untuk menunjukkan pemaknaan tahap kedua.
Hal ini mewujudkan sebuah gambaran interaksi
yang terjadi ketika tanda bertemu dengan
perasaan atau emosi dari penikmat (audience)
serta nilai-nilai dari kebudayaan. Konotasi
mempunyai makna yang subyektif atau paling
tidak inter-subyektif. Dengan kata lain, denotasi
adalah apa yang telah digambarkan tanda
terhadap sebuah obyek, sedangkan konotasi
adalah bagaimana menggambarkannya. Denotasi
(denotation) adalah hubungan eksplisit antara
tanda dengan referensi atau realitas dalam
pertandaan, sedangkan konotasi (connotation)
adalah aspek makna yang berkaitan dengan
perasaan dan emosi serta nilai-nilai kebudayaan
dan ideologi (Piliang, 2003: 16-18).
Pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.
Penelitian kualitatif bertujuan untuk
menjelaskan fenomena sedalam-dalamnya
dengan menggali banyak informasi dan
mengumpulkan data dari suatu obyek atau
fenomena (Kriyantono, 2006). Oleh karena itu
pendekatan kualitatif sangat cocok digunakan
untuk membongkar teks sastra yang dalam hal
ini adalah novel karena penulis akan
menggambarkan dan menjelaskan secara
mendalam dan mendasar fenomena yang
menandai representasi identitas gay dalam
sebuah karya sastra.
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif
dengan menggunakan metode semiotuika. Pada
dasarnya, metode semiotika bersifat kualitatifinterpretatif (interpretation), yaitu sebuah
metode yang memfokuskan dirinya pada tanda
dan teks sebagai objek kajiannya, serta
bagaimana peneliti menafsirkan dan memahami
kode (decoding) di balik tanda dan teks tersebut
(Piliang 2003:261). Peneliti memilih metode
semiotika milik Roland Barthes untuk menjawab
pertanyaan yang tealah dirumuskan pada
rumusan masalah.
Rachma Ida dalam bukunya Metode
Penelitian Kajian Budaya dan Media (2011:86)
mengatakan di dalam area penelitian semiotika
peneliti menggunakan metode analisis semiotika
model Roland Barthes dengan pendekatan
interpretatif, upaya ini dilakukan untuk mendecode atau mengurai makna yang membentuk
dan dilekatkan pada objek gambar visual yang
ada. Untuk penelitian ini lebih difokuskan pada
imej yang terdapat dalam film hingga
mendapatkan makna yang ditampilkan dalam
film tersebut.
Karya yang akan dijadikan bahan kajian
dalam penelitian ini adalah Tari Remo. Peneliti
meneliti bagaimanakah Makna konotasi dan
denotasi yang terkandung di dalam Tari
Remo.Peneliti juga melihat apa maksud dibalik
diciptakannya tarian Remo. Data yang
didapatkan tersebut kemudian dianalisis dengan
menggunakan analisis semiotika milik Roland
Barthes untuk melihat bagaimana makna gerak
di dalam tari Remo.
Kesimpulan
Melalui bab sebelumnya dapat kita tarik
sebuah kesimpulan bahwasanya ragam gerak
dalam sebuah tarian berasal dari representasi
kehidupan manusia sehari-hari. sumber inspirasi
gerak adalah kehidupan sehari-hari masyarakat.
Untuk pemilihan gerak hal tersebut bergantung
pada tema dan judul tarian yang akan diciptakan.
Sebuah tarian memang sebuah gerakan yang
diperindah dan ditambah dengan alunan musik.
13.
SEMIOTIKA VISUAL
PADA IKLAN GRAB VERSI OVOMATIS
DI YOUTUBE
oleh : Aninditya Dania
Review
Pada hasil penelitian pada jurnal ini, Setelah peneliti melakukan
analisis pada iklan Grab yang
berjudul “WALAU BAYAR CASH,
#OVOMATIS DAPAT HEMATNYA
OVO!” di-upload pada tanggal 9
september 2019 ini dengan
menggunakan teori semiosis Charles
Sanders Pierce, maka peneliti telah
menemukan beberapa representamen
dalam iklan tersebut yaitu:
Pertama, terdapat representamen
berupa ikon dalam iklan Grab
tersebut. Pierce ternyata memilahmilah tipe-tipe ikon secara tripati,
yaitu ikon imagi, ikon diagram, dan
ikon metaforis. Ikon yang terdapat
pada iklan Grab tersebut adalah:
1. Ikon imagis
Ikon imagis yang ada pada
iklan Grab adalah saat wajah
penumpang yang tersenyum
terlihat senang mulai dari scene
kedua. Penumpang tersebut
senang saat mendapatkan
potongan harga jika menginstal
aplikasi pembayaran menggunakan
e-money OVO dengan cash.
selain itu ikon citra juga terlihat
saat penumpang terkejut saat
pergantian talent pengendara
yang berubah dari laki-laki muda
menjadi laki-laki yang lebih tua.
Disini Grab ingin memperlihatkan
bahwa Driver Grab dapat
berubah-ubah setiap waktu dan
bunyi kentongan yang bersuara
tok tok tok.
2. Ikon diagramatis
Diagram, ikon yang
memiliki kemiripan relasional
atau struktural. Ikon diagram
dalam iklan tersebut ditunjukkan
oleh manusia dalam scene terlihat
seperti manusia pada umumnya,
yaitu pengendara dan penumpang.
3. Ikon metaforis
Ikon metafora yang
berdasarkan pada kemiripan atau
similaritas di antara objek-objek
dari dua tanda simbolis. Ikon
metaforis yang terdapat dalam
iklan Grab tersebut diantaranya
10
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
adalah Driver yang berubah posisi
menjadi penjual makanan sambal
mendorong gerobak merupakan
salah satu ungkapan bahwa Grab
sudah mulai merambah jasanya ke
area kuliner, panel menu tool pada
iklan tersebut digunakan sebagai
bentuk ungkapan jika keadaan
yang terjadi saat berkendara bisa
berubah-ubah, dan gerobak
makanan pada iklan merupakan
salah satu jasa pembelian
makanan yang diberikan oleh
Grab kepada pengguna aplikasi
dan dapat dibayar dengan
menggunakan OVO.
Kedua, terdapat representamen
berupa indeks dalam iklan Grab
tersebut diantaranya:
1. Fisik
Bendera merah putih dan
logo Grab yang menempel pada
jaket yang dikenakan driver
merupakan indek fisik, waktu
malam yang gelap, zebra cross
yang ada pada jalan raya, patung
selamat datang yang berada di
tengah Bundaran Hotel Indonesia,
dan lampu jalan yang berada di
pinggir jalan.
2. Eksistensial
Dalam iklan tersebut
dapat dilihat bahwa helm
digunakan pengendara saat
berkendara, siang hari yang
menunjukkan pertengahan hari,
sepeda motor yang digunakan
oleh driver Grab untuk
mengantarkan penumpang, jalan
yang digunakan oleh kendaraan
pada iklan tersebut, penumpang
yang senang dikarenakan
mendapatkan potongan harga
setelah menginstal OVO, angkot
dan mobil yang digunakan oleh
pengendara, panel menu too dan
kursor, Gedung yang digunakan
oleh penghuninya, ekspresi
terkejutnya penumpang
dikarenakan pergantian driver
yang mendadak, ondel-ondel
yang berada dijalan tersebut
digunakan sebagai salah satu
hiburan orang yang berlalu-lalang
di jalan.
3. Kausal
Sedangkan indek kausal
dapat dilihat dari jaket yang
dikenakan oleh pengendara untuk
melindungi badan dari iklim dan
cuaca. Cuaca bersalju yang mengakibatkan salju turun
kepermukaan bumi, smartphone
untuk komunikasi sekaligus
melihat peta pada aplikasi Grab
yang telah diaktifkan, peta GPS
untuk memperlihatkan posisi
pengguna aplikasi, dan gerobak
makanan yang didorong oleh
penjual dapa scene terakhir.
Ketiga, terdapat berupa
representamen simbol dalam iklan
Grab versi OVOmatis tersebut berupa
siang hari dan malam hari merupakan
waktu, logo Grab sebagai
representamen perusahaan Grab,
Bendera merah putih merupakan
lambang negara Indonesia, patung
selamat datang merupakan monument
yang berada di Jakarta, kursor, zebra
cross untuk penyeberangan pada
pejalan kaki yang menggunakan jalan
tersebut, dan ondel-ondel merupakan
bentuk simbol pameran boneka
tradisioan yang sering dilihat berada
di jakarta.
Sehingga, berdasarkan pada
prosess semiosis diatas, dapat
diketahui bahwa Grab yang
mengangkat tema OVOmatis untuk
menegaskan bahwa iklan ini memiliki
niat untuk mengundang pelanggan
Grab untuk melakukan top-up saldo
OVO melalui driver Grab.
Namun, yang paling utama
yang menjadi fokus dari pengiklan
adalah untuk menjalankan fungsi
ekonomi baik untuk pengiklan
maupun pengelola media yang
digunakan. Sedangkan bagi
pengiklan, iklan pada Youtube
tersebut memiliki sisi ekonomis dari
segi promosi karena menjangkau
wilayah yang luas dan serempak,
dibanding produsen lainnya yang
harus menghampiri satu per satu
konsumennya. Sehingga iklan akan
menghemat biaya dan waktu secara
bersamaan. Tidak hanya itu, iklan
juga akan memberi nilai tambah
kepada produk tersebut.
Hal ini menunjukan bahwa
ada sebuah hubungan saling
menguntungkan antara pengiklan
dengan agen periklanan atau
pengelola media. Pengiklan
membutuhkan media sebagai sarana
untuk beriklan, sedangkan media juga
membutuhkan pemasukan yang
didapat dari pemasangan iklan untuk
kelangsungan hidup media tersebut.
Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasikan representamen
dan mendekripsikan proses semiosis
pada salah satu iklan Grab yang
berjudul “WALAU BAYAR CASH,
#OVOMATIS DAPAT HEMATNYA
OVO!”. Pada tahap pertama, peneliti
mengidentifikasi proses semiosis
Charles Sanders Pierce yang dikenal
dengan model triadik, yaitu terdiri
dari representamen (sign), object, dan
interpretant pada tiap objek dengan
menggunakan skema berbentuk
segitiga. Hasil analisis pada iklan
Grab yang berjudul “WALAU
BAYAR CASH, #OVOMATIS
DAPAT HEMATNYA OVO!”
peneliti menemukan terdapat 3 ikon
imagis, 3 ikon metaforis, 1 ikon
diagramatis, 18 indeks, dan 8 simbol
pada iklan tersebut.
14.
Kajian Konsep Minimalis, Fungsi, dan Makna
Desain User Interface (UI) dalam Aplikasi Seluler Bukaloka
oleh : Made Gana Hartadi, Nyoman Artayasa, Wayan Swandi
Review
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif
analitik dengan pendekatan kualitatif. Desain UI
Bukaloka dideskripsikan secara lengkap dan detail
sesuai lingkup penelitian. Hasil deskripsi dianalisis
dengan teknik analisis data Miles & Huberman,
yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan. Data dikumpulkan dengan teknik
observasi, wawancara, kuesioner, dokumentasi, dan
kepustakaan. Penentuan informan dilakukan dengan
teknik purposive sampling, sehingga informan
kunci, informan ahli, dan informan pendukung
dipilih sesuai dengan tujuan dan karakteristik
penelitian. Informan kunci dalam penelitian ini
adalah Founder dan CEO Bukaloka, yakni I Putu
Aditya Santana. Informan ahli dalam penelitian ini,
yaitu Wayan Galih Pratama yang berprofesi sebagai
programmer dan desainer UI Bukaloka. Informan
pendukung adalah responden yang didominasi oleh
kalangan remaja dalam rentang usia 19—24 tahun
serta beberapa orang dalam kategori dewasa.
Konsep minimalis desain UI Bukaloka terdiri atas
kriteria: simple, clean, dan less button. Kriteria
simple memiliki sifat sederhana, lugas, dan tidak
berlebihan. Kriteria tersebut divisualisasikan dengan
ilustrasi dan tipografi yang berbentuk geometris dan
seragam. Warna dalam kriteria simple bersifat netral
dan sederhana, yaitu komposisi sedikit jenis warna,
tetapi memiliki kombinasi yang sesuai dengan porsi
masing-masing. Kriteria clean adalah sifat kejelasan,
kerapian, dan keheningan untuk menciptakan kesan
yang lapang. Kriteria tersebut divisualisasikan
melalui layout yang memanfaatkan white space.
Kriteria less button adalah sifat fungsional unsur
desain. Sifat fungsional dicapai melalui visualisasi
unsur desain yang berpedoman pada prinsip desain.
Ilustrasi foto terdapat dalam halaman Home dan My
Inbox.
Ilustrasi foto dalam halaman Home disusun
seragam secara horizontal ke kanan berbentuk
persegi panjang dengan sudut melengkung. Ilustrasi
foto dalam halaman My Inbox disusun seragam
secara vertikal dengan menerapkan bentuk lingkaran.
Ilustrasi gambar figuratif dalam desain UI Bukaloka
disebut ikon. Penyusunan ikon disertai dengan
caption yang harus saling berkaitan. Ikon-ikon dalam
desain UI Bukaloka terdapat pada setiap halaman
desain tersebut. Masing-masing ikon divisualisasikan
secara seragam dalam bidang geometris yang
berbentuk lingkaran atau persegi panjang dengan
sudut yang melengkung. Penyusunan caption belum
mampu mewakili beberapa ikon, sehingga berpotensi
menimbulkan keambiguan informasi.
Pada fitur “Bukalokapay”, ikon dompet belum mampu
memvisualisasikan caption “Top Up”. Ikon uang
logam belum mampu mewakili caption “Transfer”.
Pada fitur “Voucher”, ikon gelas belum mampu
mewakili caption “Voucher Makan Enak”. Ikon kursi
santai juga belum mampu mewakili caption “Voucher
Aktivitas Wisata”. Ikon pohon kelapa belum mampu
mewakili caption “Voucher Open Trip”. Ikon lumba-lumba belum mampu mewakili caption “Tiket Acara
& Hiburan”. Ikon genggaman ponsel belum mampu
mewakili caption “Voucher Pulsa & Internet”.
Pada fitur “Layanan Tambahan Konsumen”, ikon
balon teks belum mampu memvisualisasikan
caption “Rate Bukaloka App”. Pada fitur “Pemintas
Halaman”, ikon tas jinjing belum mampu mewakili
caption “My Order”.
Huruf yang digunakan dalam desain UI Bukaloka
adalah jenis huruf sans serif dan casual script.
Bentuk geometris adalah bentuk huruf yang lugas,
tegas, sederhana, dan masa kini. Sifat yang seragam
merupakan konsistensi penerapan jenis huruf.
Sans serif merupakan jenis huruf yang berbentuk
geometris karena memiliki ketebalan huruf yang
hampir sama. Jenis huruf ini berkesan sederhana,
lugas, masa kini, dan mudah dibaca dalam media
digital. Keseragaman huruf terlihat pada penerapan
jenis huruf sans serif yang mendominasi desain UI
Bukaloka. Huruf casual script bersifat santai yang
digunakan sebagai daya tarik konten dalam fitur
“Paket Wisata Domestik”.
Kesimpulan
Konsep minimalis belum mampu divisualisasikan
secara maksimal ke dalam masing-masing halaman
desain UI Bukaloka. Sifat lugas dalam kriteria simple
belum diterapkan dalam setiap halaman karena
terdapat ikon yang belum mewakili caption. Sifat
sederhana belum mampu diterapkan dalam halaman
Home karena warna sub-ordinat memiliki banyak
Hue. Keberadaan warna sub-ordinat menyebabkan
sifat tidak berlebihan belum mampu divisualisasikan
dalam halaman Home, My Order, Balance, dan
Account karena komposisi warna belum seimbang.
Sifat kejelasan dalam kriteria clean belum mampu
divisualisasikan dalam halaman Home, My Order,
dan Balance karena belum ada fokus desain
melalui perbedaan white space. Sifat kerapian
dan keheningan belum mampu diterapkan dalam
halaman My Order, Balance, dan Account karena
keberadaan white space yang belum mampu
membentuk keseimbangan.
Visualisasi kriteria less button melalui penerapan
emphasis belum dimiliki oleh halaman Home
karena belum ada kontras ukuran, posisi, dan warna.
Emphasis halaman Account belum divisualisasikan
secara maksimal karena kekeliruan penerapan warna
aksen. Sequence belum mampu divisualisasikan
dalam setiap halaman desain UI karena urutan
informasi yang tidak beraturan. Penerapan prinsip
balance belum maksimal karena halaman My
Order, Balance, dan Account belum mampu
menyeimbangkan ukuran dan kerapatan susunan
unsur desain pada sisi kiri dan kanan. Visualisasi
kriteria simple dan clean serta prinsip emphasis,
sequence, dan balance yang belum maksimal
mengakibatkan desain UI Bukaloka belum mampu
membentuk kesatuan non-fisik.
Nilai estetis desain UI Bukaloka yang belum
divisualisasikan secara maksimal, memiliki dampak
yang tidak terlalu signifikan terhadap fungsi dari
desain tersebut. Desain UI Bukaloka memiliki
fungsi personal, fungsi sosial, dan fungsi fisik.
Fungsi personal adalah prestise yang dihasilkan
oleh faktor daya tarik, kemudahan, dan kenyamanan
terhadap aplikasi seluler Bukaloka. Fungsi
sosial desain UI Bukaloka adalah keberhasilan
proses mengomunikasikan sebuah ideologi dan
mengekspresikan aspek eksistensi sosial yang
disebut pencitraan. Fungsi fisik berkaitan dengan
fungsionalitas desain UI Bukaloka yang mampu
memberikan solusi terbaik bagi kebutuhan gaya
hidup, sehingga menghasilkan kesan positif dan rasa
puas di benak audiens.
Pemaknaan desain UI Bukaloka dilakukan secara
denotasi dan konotasi. Hasil interpretasi makna
denotasi mengungkapkan penanda mampu
menghasilkan petanda yang berperan sebagai
emphasis dan balance dalam beberapa halaman
desain UI Bukaloka. Pemaknaan konotasi
menghasilkan makna kedayaan, makna ekonomi,
dan makna budaya. Makna kedayaan berkaitan
dengan pembelajaran dan penyadaran. Pembelajaran
menghasilkan keberlanjutan dalam menggunakan
aplikasi seluler Bukaloka. Penyadaran dilakukan
dengan merekomendasikan aplikasi seluler
Bukaloka kepada lingkungan sosial. Interpretasi
makna ekonomi dipengaruhi oleh faktor uang dan
waktu yang harus dimanfaatkan secara efektif dan
efisien. Makna ekonomi memiliki imbas yang positif
dan negatif terhadap perekonomian responden,
perusahaan Bukaloka, dan pemerintah. Pemaknaan
dalam konteks budaya berkaitan dengan perubahan
pola pikir audiens yang disebabkan oleh penambahan
wawasan tentang sistem teknologi Bukaloka. Sistem
teknologi tersebut mampu membentuk gaya hidup
baru yang berkembang dalam lingkungan sosial.
Pembentukan dan perkembangan gaya hidup
merupakan proses modernisasi yang berimbas pada
makna kedayaan dan makna ekonomi.
15.
KOMUNIKASI MODEL LASWELL DAN STIMULUS-ORGANISM-RESPONSE DALAM MEWUJUDKAN PEMBELAJARAN
MENYENANGKAN
oleh : Dani Kurniawan
Review
Penelitian ini menggunakan metode
kualitatif dengan pendekatan diskriptif.
Maksud dari metode kualitatif ialah
sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data diskirptif berupa kata-kata yang tertulis atau lisan dari orangorang dan perilaku yang dapat di amati
(Bogdan-Taylor, 1975 : 5).
Tujuan dari penelitian deskriptif
kualitatif ini adalah untuk mendeskripsikan
apa-apa yang saat ini berlaku. Di dalamnya
terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat,
analisis dan menginterpretasikan kondisi
yang sekarang ini terjadi atau ada. Dengan
kata lain penelitian deskriptif kualitatif ini
bertujuan untuk memperoleh informasi
informasi mengenai keadaan yang ada
(Mardalis, 1999 :26)
Hasil riset yang kami lakukan di
Taman Pendidikan Al-Qur’an Melda secara
umum menunjukan pola komunikasi
memiliki pengaruh yang besar bagi anak
didik. Oleh karena itu model komunikasi
yang diterapkan dalam proses belajar mengajar di TPA Melda selama ini telah
didesain, dirancang sebaik mungkin.
Menurut Direktur TPA Melda Khoirudin,
model komunikasi yang diterapkan yaitu
menggunakan model Lasswell dan SOR
(Stimulus-Organism-Response).
Kesimpulan
Berdasarkan ulasan dan hasil
penelitian ini maka dapat disimpulkan
beberapa hal. Komunikasi mempunyai
peran penting bagi keberhasilan sebuah
pendidikan. Oleh karena itu komunikasi
dalam pendidikan tidak boleh dijalan secara
sembarangan. harus direncanakan, dirancang, didesain
secara sistematis supaya tujuan pendidikan
dari aspek kognitif, affective dan motorik
dapat tercapai.
Untuk merancang dan mendesain
komunikasi dalam dunia pendidikan itu
banyak pilihan. Namun pilihan model
komunikasi yang tepat adalah model
komunikasi jenis Lasswell dan S-O-R.
Karena Model Laswell memberikan
guidance (petunjuk) alur tahapan
komunikasi yang tepat. Sedangkan model
S-O-R memberikan guidance (petunjuk)
tentang merancang pesan komunikasi agar
mampu merubah sikap komunikan.
Meskipun demikian dunia pendidikan
terus berkembang sehingga menghadapi
permasalahan dan tantangan baru. Oleh
sebab itu penerapan model komunikasi
tidak boleh berhenti hanya dalam model
Laswell dan S-O-R. Namun harus
diterapkan dan dikembangkan model
komunikasi yang lain supaya bisa
menjawab permasalahan dan tantangan
yang ada
16.
Keberadaan Ilmu Komunikasi dan Perkembangan Teori
Komunikasi dalam Peradaban Dunia
oleh : Winda Kustiawan , Juni Hidayati , Vania Daffa , Alya Hamzah , Muhammad Harmain , Andika
Fadli, Eki Kuswananda
Review
Menurut Harlod D Lasswell Komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses yang
menjelaskan “siapa” “mengatakan “apa” “dengan saluran apa”, “kepada siapa” , dan “dengan
akibat apa”.(who says what in which channel to whom and with what effect). Sedangkan Menurut
Onong Uchjana Efendi, Komunikasi adalah Proses penyampaian pesan kepada orang lain, untuk membantu mengubah sikap, opini, baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
Definisi komunikasi secara umum adalah suatu proses pembentukan, penyampaian, penerimaan
dan pengolahan pesan yang terjadi di dalam diri seseorang dan atau di antara dua atau lebih untuk
mendapatkan informasi.
Teori komunikasi menurut Cragan & Shields, teori komunikasi adalah hubungan antara konsep
teoretikal yang membantu untuk memberi secara keseluruhan ataupun sebagian, keterangan,
penjelasan, penerangan, penilaian ataupun ramalan tindakan manusia yang berdasarkan komunikator
yang berkomunikasi (bercakap, menulis, membaca, mendengar, menonton dan sebagainya) untuk
jangka waktu atau masa tertentu melalui media (alat bantu).
Kesimpulan
Komunikasi pada mulanya hanya merupakan upaya atau cara manusia menyampaikan ide, gagasan,
kemauan, hasrat dan lain sebagainya, upaya tersebut hanya upaya manusia bisa saling berhubungan.
Namun seiring perkembangan zaman komunikasi sekarang selalu dikaitkan dengan media massa, itulah
mengapa penting untuk mempelajari teori komunikasi sebagai win-win solution atau solusi yang
menguntungkan untuk meningkatkan pemahaman yang lebih baik mengenai keberadaan ilmu
komunikasi dan perkembangan teori komunikasi dalam peradaban dunia.
17.
Kajian Konsep, Estetik dan Makna
pada Ilustrasi Rangda Karya Monez
Oleh : GEDE BAYU SEGARA PUTRA, I NYOMAN ARTAYASA, I WAYAN SWANDI
Review
Berdasarkan hasil review, analisis dan pembahasan
terhadap konsep, estetika dan makna ilustrasi rangda
karya Monez, dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
Ilustrasi rangda karya Monez diciptakan dengan
konsep imajinatif khas Monez. Konsep imajinatif
khas Monez diwujudkan dengan visualisasi bentuk
rangda yang dibuat berlebihan melalui penggayaanpenggayaan berlebih. Idiom estetis yang paling kuat
dihasilkan pada ilustrasi rangda karya Monez adalah
idiom camp. Idiom camp dapat diamati dari adanya
penggayaan bentuk secara berlebihan pada objek
rangda.
Pemaknaan pada ilustrasi rangda karya Monez dapat
dianalisis menggunakan sistem pertandaan bertingkat yang dinyatakan oleh Barthes, yaitu dengan melihat makna denotasi dan konotasinya. Secara denotasi, ilustrasi rangda karya Monez sama-sama menghadirkan wujud rangda dengan beragam penggayaan,
baik dari visualisasi karakter rangda maupun pada
latar belakang. Pada pemaknaan konotasi, terjadi
kesimpang siuran makna. Sangat jelas Monez tidak
begitu mementingkan makna secara utuh, namun hanya ingin bermain-main dengan tanda. Selanjutnya,
pemaknaan secara konotasi pada ilustrasi rangda
karya Monez, dapat dilakukan dengan melihat kode-kode dengan makna tersembunyi didalamnya.
Makna-makna tersebut antara lain: Makna ekonomi,
makna budaya dan makna ekspresi.
18.
Pengantar Desain Komunikasi
Visual
oleh : kusrianto, adi
Review
Dalam perkembangannya selama beberapa abad, menurut Cenadi (1999, hlm. 4) desain komunikasi visual memiliki tiga fungsi dasar, yakni sebagai berikut.
1. Sarana Identifikasi
Identitas perusahaan dapat mengungkapkan pesan dan gagasan perusahaan tersebut. Begitu juga dengan produknya, harus memiliki identitas yang mencerminkan nilai jual dan kualitas produk tersebut. Sehingga produk itu mudah dikenali dan baik citranya yang akan berdampak pada angka penjualan. Konsumen akan lebih memilih membeli air mineral dengan menyebutkan merek A daripada hanya mengatakan membeli air mineral saja, jika identitas produk terbentuk dengan baik.
2. Sarana Informasi dan Instruksi
Sarana informasi dan instruksi meliputi: Peta, diagram, simbol, infografis, dan penunjuk arah. Pesan akan dianggap berguna jika disampaikan kepada komunikan yang tepat dan pada kondisi yang tepat, juga dalam bentuk yang mudah dipahami. Kemudian, dipresentasikan secara logis dan konsisten. Contohnya, seperti tanda dan rambu lalu lintas, simbol telepon umum, toilet, restoran dan lain-lain yang bersifat informatif dan komunikatif, dan mudah dibaca oleh orang dari berbagai latar belakang berbeda. Sehingga, komunikasi visual ini haruslah bersifat universal.
3. Sarana Presentasi dan Promosi
Tujuan sarana presentasi dan promosi dapat kita lihat ketika para pengusaha yang menyebarkan pamflet atau poster sebagai promosi untuk memberitahukan informasi bahwa terdapat produk yang dapa digunakan oleh konsumen. Singkat, jelas, dan padat akan mudah diingat oleh pembaca. Umumnya, untuk mencapai tujuan tersebut, maka pesan yang disampaikan harus bersifat persuasif dan menarik.
Lalu bagaimana caranya untuk merancang desain komunikasi visual yang sesuai dengan fungsinya tersebut? Tentunya dengan menerapkan berbagai teori dan modul praktik yang dipelajari di bidang studi DKV.
19.
Tutorial UI / UX : Perbedaan
Wireframe, Prototype dan Mockup
oleh : tjumuanda
Review
Pengertian Wireframe
Wireframe adalah sketsa kasar tentang tampilan situs web / aplikasi. Biasanya ditampilkan dengan garis abu-abu, kotak, warna dan placeholder. Mirip dengan sketsa arsitektur sebuah bangunan, sketsa sebuah bangunan yang melibatkan banyak pekerjaan dari banyak peserta untuk diubah menjadi projek yang sangat cocok untuk digunakan pada tahap brainstorming atau desain yang sangat awal.
Pengertian Prototype
Prototipe adalah mockup yang sepenuhnya interaktif dan fungsional dengan UI dengan ketelitian tinggi, interaksi dan animasi yang kaya. Ini adalah proses terakhir dari produk situs web / aplikasi, Jadi sangat ideal untuk digunakan untuk menguji potensi masalah aplikasi sebelum pindah ke tahap pengembangan. Singkatnya, prototipe adalah presentasi produk kamu dengan ketelitian tinggi.
Pengertian Mockup
Mockup adalah gambar rangka statis dengan lebih banyak UI dan detail visual. Jika wireframe kamu anggap sebagai sketsa arsitektur sebuah bangunan, mockup mirip dengan model bangunan yang lebih terlihat nyata. Ini memberikan klien sebuah kesan yang lebih realistis, tentang bagaimana situs web / aplikasi akhir yang akan terlihat. Jadi itu bagus untuk berkomunikasi, berdiskusi, berkolaborasi, dan mengulangi proyek dengan anggota tim kamu pada tahap desain selanjutnya.
20.
Lean UX, Konsep yang Mampu Tingkatkan Efektivitas Proses Desain
oleh : nadiyah rahmalia
Review
Berawal digunakan untuk proses manufaktur perusahaan Toyota di tahun 1930 an, lean adalah konsep yang kini digunakan di proses UX (user experience) juga. Metode ini terus disempurnakan dengan berkembangnya metode development agile. Lean UX menjadi semakin sering digunakan oleh para profesional karena mampu meningkatkan efektivitas proses desain.
Jika ingin terus beradaptasi dengan perkembangan konsep yang digunakan untuk desain UX, tentu kamu harus mempelajarinya juga.
lean UX pertama diperkenalkan oleh Jeff Gothelf. Dalam bukunya yang berjudul “Lean UX: Designing Great Products with Agile Teams”, ia menjelaskan bahwa sistem ini tercetus saat ia merasa kesal dengan management system tim UX-nya pada saat itu. Dengan konsep lean, proses kerja tim ternyata bisa menjadi semakin cepat. Menurut UX Planet, lean UX berfokus untuk mencari cara tercepat untuk mencapai tujuan akhir dibanding proses desain UX tradisional. Pasalnya, dalam proses desain UX tradisional ada banyak tahap yang kurang efektif. Akibatnya, banyak waktu terbuang. Sementara, proses lean UX mengupayakan agar tim bisa mendapat feedback dengan cepat. Dengan mendapat feedback, tim dapat langsung mengetahui apakah sistem yang dibuat sudah dapat mencapai hasil yang diinginkan.
Komentar
Posting Komentar